urgensi perjanjian bagi pelaku bisnis
laptop-3196481

Urgensi Perjanjian Bagi Pelaku Bisnis

Perjanjian tentu tidak asing lagi bagi pelaku bisnis, ia memiliki peran penting dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Untuk menjaminan kepentingan hukum para pihak dan untuk membuktikan bahwa telah benar benar diadakan suatu perjanjian, termasuk pula kaintannya dengan adanya perselisihan akibat dari adanya hubungan hukum tersebut, perlu suatu perjanjian untuk itu utamanya  bagi pelaku bisnis, dimana hampir di setiap transaksi bisnis/rangkaian kesepakatan yang dilakukan, dituangkan dalam sebuah perjanjian. Pada dasarnya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan isi perjanjian. Namun demikian, kebebasan tersebut tidak menghilangkan kewajiban para pihak untuk tetap mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya dalam membuat perjanjian perlu memperhatikan, apakah surat perjanjian yang dibuat telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, karna jika tidak, maka hanya akan menjadi kertas kosong yang tidak mimiliki nilai apapun.

Terdapat 4 (empat) syarat agar suatu perjanjian menjadi sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak.

  1. Sepakat (kesepakatan para pihak)

Kesempakatan disini dapat diartikan bahwa didalam membuat suatu surat perjanjian,diperlukan sebuah kesepakatan antar pihak atas apa yang diperjanjikan.  Kesepakatan tersebut lahir dari kehendak para pihak tanpa ada unsur kekhilafan, paksaan, ataupun penipuan. Sebagai contoh, “jika seorang pembeli menyepakati perjanjian jual-beli apartemen yang didasari atas paksaan oleh pihak penjual atau pihak lain, maka adanya unsur paksaan tersebut dapat dijadikan argumen hukum bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan perjanjian tersebut melalui Pengadilan.

  • Cakap (kecakapanpara pihak)

Setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, orang-orang yang dinyatakan tidak cakap adalah mereka yang:

  • Belum dewasa, yaitu orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum menikah. Sebagai contoh, seorang anak yang baru berusia 12 tahun tidak dibenarkan untuk membuat suatu perjanjian, sebaliknya meskipun masih berusia 12 Tahun namun sudah menikah, maka menurut hukum dinyatakan cakap dan berwenang untuk membuat suatu perjanjian.
  • Berada di bawah pengampuan, seseorang dianggap berada di bawah pengampuan apabila ia sudah dewasa, namun karena keadaan tertentu, seperti terdapat gangguan pada mental dan pikirannya atau mental dan pikirannya yang dianggap kurang sempurna, maka dipersamakan dengan orang yang belum dewasa. Berdasarkan Pasal 433 KUHPerdata, seseorang dianggap berada di bawah pengampuan apabila orang tersebut dalam keadaan sakit jiwa, memiliki daya pikir yang rendah, serta orang yang tidak mampu mengatur keuangannya sehingga menyebabkan keborosan yang berlebih.

Lalu bagaimana jika perjanjian tersebut dilakukan suatu perusahaan atau badan hukum lainnya. maka kecakapan disini tidak terbatas kepada individu, melainkan juga meliputi wewenang seseorang yang mewakilinya. Seperti misalnya direksi mewakili atau memiliki kewanangan untuk bertindak atas nama PT.

  • Adanya Objek yang diperjanjikan

Suatu perjanjian harus memiliki objek yang jelas. Yakni objek yang diperjanjiakan harus secara jelas dan nyata adaanya serta disebutkan dalam perjanjian. Objek tersebut tidak hanya berupa barang dalam bentuk fisik, namun juga dapat berupa jasa yang dapat ditentukan jenisnya. Sebagai contoh, dalam hal suatu perjanjian jual beli apartemen, maka harus secara jelas dinyatakan bentuk dan jenisnya, luas, letak, harga, hingga batas-batas barang tersebut dan sebagainya.

  • Sebab yang Halal

Sebab yang halal dimaksudkan ialah berhubungan dengan isi perjanjian itu sendiri, di mana perjanjian tersebut dibuat berdasarkan tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang tidak benar atau dilarang membuat perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Sebab yang tidak halal adalah sebab dilarang oleh Undang-Undang, berlawanan dengan norma kesusilaan, atau ketertiban umum. Nilai-nilai kesusilaan dan ketertiban umum itu sendiri ditentukan berdasarkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat di mana perjanjian tersebut dibuat. Sebagai contoh perjanjian yang sebabnya tidak halal adalah ketika seseorang membuat perjanjian untuk membunuh orang lain. Hal ini dikarenakan membunuh orang lain dilarang oleh undang-undang, karenanya perjanjian tersebut menjadi tidak sah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *